Sejak tinggal di Jakarta, saya kepingin mengenal kota ini lebih jauh… sebenarnya. Saya kali pertama datang dan akhirnya menetap di Jakarta pada akhir tahun 2006, demi melanjutkan pendidikan di STAN–Bintaro. Jadi, di sekitaran tahun itu, Transjakarta belumlah seeksis sekarang. Metromini, Kopaja, dan Angkot masih merajai jalanan Jakarta dan sekitarnya. Oleh karenanya, saya kepingin menjajal seluruh rute bus-bus tanggung itu dan mendokumentasikannya dalam tulisan ala kadarnya. Sayang, niat tinggal niat, nggak pernah terealisasikan hingga “mereka” hampir tinggal kenangan sekarang.
Niat berikutnya: mengunjungi seluruh mal/tempat perbelanjaan; mengunjungi seluruh area wisata; dan lain-lain-lain-lain sebagainya… yang nggak kesampaian juga hingga sekarang. Satu yang akhirnya masih saya coba untuk lakukan (tapi nggak lagi diniatkan ditulis dengan segala rupa): berkunjung dari taman ke taman di Jakarta. Apalagi, beberapa tahun terakhir ini, Jakarta seperti sedang berbenah, menambah beraneka taman di hampir seluruh penjuru kota.
Era media sosial membelokkan niat awal saya. Yang semula ingin mengunjungi tetamanan itu lalu menuliskannya, sekarang berubah menjadi sekadar ingin berkunjung dan menikmati tamannya saja. Lha wong di medsos taman-tamannya sudah diulas sedemikian rupa, memangnya masih perlu dinarasikan lagi dalam tulisan? Contohnya di akun IG resmi Distamhut DKI Jakarta ini:
Atau di akun IG @temantaman.jkt ini:
Kan? Sudah ciamik lah sekalian bisa lihat visualnya di gambar-gambar yang diunggah, kan? Makanya, niatnya sekarang digeser ke yang sederhana: piknik #dariTamankeTaman sajalah, hahaha.
Seperti Sabtu, 19 Maret kemarin, saya bertiga buistri dan Shasha, memutuskan berpiknik pustaka ke beberapa taman yang ada free mini library-nya yang digagas sama Jakarta Bookhive. Apaan tuh? Cek-cek saja di akun IG-nya ya, hahaha:
Cenderung impulsif sebenarnya, begitu nggak ada kegiatan prioritas, cus… kami bermotor berangkat menuju beberapa taman yang ada “bookhive”-nya, sekira pukul 11-an siang. Tujuan pertama kami adalah Taman Mataram.

Di sini, entah karena tamannya memang didesain terbuka (tanpa pagar) atau bagaimana, tidak ada area skrining PeduliLindungi. Suasana juga sepi, jadi saya parkir motor sembarangan saja di salah satu sisi tamannya.
Kalau beneran niat buat menikmati taman sembari menghirup udara, taman ini sangatlah representatif di jam kedatangan kami. Yakin deh, kalau misalnya bawa tikar dan digelar, nyaman banget. Bahkan mungkin bisa tiduran barang sejam-dua jam. Namun, sekali lagi karena niatan kami berpiknik pustaka, maka kami segera menuju lokasi bookhive-nya, lihat-lihat, lirak-lirik, comot-cimit, taruh-ambil, lantas melintas sebentar sebelum akhirnya cabut dari taman ini menuju destinasi taman berikutnya.
Oiya, saya “nemu” (alias pinjam) dua buku seru di sini: Lebih Senyap Dari Bisikan-nya Andina Dwifatma (hype-nya lumayan kenceng sewaktu perilisan) dan Bliss—buku pertama seri The Bliss Bakery (yang waktu itu masih dilabeli trilogi, sekarang sudah beranak-pinak lebih dari tiga buku) karya Kathryn Littlewood. Sementara Shasha juga pinjam dua buku anak lucu (boardbook) terbitan Penerbit Rabbit Holes (PT Lubang Kelinci Indonesia). Lalu saya pun meletakkan dua buku di sini: Garis Lurus-nya Arnozaha Win dan Revenge Wears Prada karya Lauren Weisberger.




Destinasi kami berikutnya: Taman Suropati. Dari Jalan Pattimura kami meluncur memutari Bundaran Senayan, lanjut mengukur Sudirman-Thamrin, lantas memutari Bunderan HI menuju Jalan Imam Bonjol, hingga berakhir parkir motor di salah satu sisi Taman Suropati.

Sejatinya, kami sudah beberapa kali berkunjung ke taman ini, hingga tak lagi asing dengan suasananya. Dan, karena ini salah satu taman di pusat kota dan areanya lumayan luas, sudah pasti di sini kami diminta check-in di aplikasi PeduliLindungi. Kami tiba di Taman Suropati selewat azan Zuhur berkumandang, maka saya dan buistri memutuskan bergantian salat di masjid kecil (musholla panggung) di salah satu pojokan taman. Adem banget masjidnya. Coba boleh tidur, ya. Huft!








Buat saya (dan juga Shasha), koleksi buku-buku di bookhive Taman Suropati nggak semenggiurkan koleksi di Taman Mataram. Jadinya, saya cuma menaruh dua buku di sini: Damar Kambang-nya Muna Masyari dan Gendut? Siapa Takut! karya Alnira. Selebihnya kami beneran piknik di sini. Bahkan kami menikmati menyantap mi ayam rasa-entah-apa. Nyam-nyam-nyam-kirasanepiyeto.
Selanjutnya, kami meneruskan mengeksplor taman-taman di sekitarnya yang berdekatan. Taman Situlembang dan Taman Menteng. Di kedua taman ini, akhirnya Shasha minta main di area playground. Sedangkan saya dan buistri leyeh-leyeh sambil menikmati embusan angin semilir di bawah sengatan terik matahari siang yang wah banget hari itu. Di kedua taman ini, lagi-lagi saya dan Shasha nggak menemukan buku yang sesuai ekspektasi kami. Jadinya, kami nggak pinjam apa-apa.







Tapi, kayaknya memang no drama no life kali, ya. Atau no drama no fun. Pas kami berencana balik menjelang Ashar, saya tersadar: KUNCI MOTOR NGGAK ADA DI MANA-MANA. Innalillahi. Astaghfirulloh. Pernah bawa motor dan parkir resmi di Taman Menteng? Kalau belum, tempat parkir motornya ada di lantai 3 di gedung parkirnya. Dan, bayangkan naik-turun tangga 3 kali demi melacak jejak si kunci motor itu. Fufufu. Sempat juga ngiderin beberapa lokasi di taman, napak tilas pas kami lagi bersenang-senang tadi. Nggak nemu juga! Akhirnya saya tanya Petugas parkir di pintu keluar dan, ya, kunci saya ada di mereka.
“Iya, Pak, tadi korlap saya yang nemuin tergantung di motor,” jelas mas-masnya.
Alhamdulillah… setelah mengucap terima kasih, saya langsung mengajak buistri dan Shasha pulang. Sebelum sampai rumah, kami belok bentar di Ayam Bakar Kambal buat makan siang yang kesorean. Lesson learned: nanya saja dulu ke Petugas dari awal.
Selamat berpiknik, teman!